Laman

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Sunday 8 April 2012

Menelusuri Kebijakan Kedaulatan Pangan

Ironi sebagai negara agraris melakukan kebijakan impor pangan dan bahkan kesejahteraan petani yang merupakan sebagian besar mata pencaharian masyarakat tak banyak mengalami peningkatan. Mengapa bisa terjadi?

Perubahan kebijakan terkait pangan yang semula dikenal dengan nama kebijakan ketahanan pangan berubah menjadi kebijakan kedaulatan pangan diharapkan tidak hanya mampu mempertahankan pangan dalam negeri tapi mampu memberikan sumber pemasukan bagi petani. Sangat disayangkan kebijakan tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan dan bahkan kedaulatan pangan itu sendiri perlu dipertanyakan dengan adanya kebijakan impor pangan.

permasalahan pangan
Permasalahan pangan yang terjadi di Indonesia sendiri terkait beberapa dimensi antara lain:
1. Dimensi Sosial
Permasalahan pangan sampai saat ini menjadi kendala bagi Negara Indonesia dikarenakan terus meningkatnya jumlah penduduk per tahunnya termasuk peningkatan jumlah penduduk miskin sementara jumlah produksi pangan kian menurun sehingga mengharuskan pemerintah untuk mengimpor pangan seperti beras yang menjadi bahan pokok masyarakat Indonesia. Selain itu liberalisasi diluar sektor pertanian yang gencar dilakukan membuat lahan pertanian kian menyempit karena pengalihan fungsi lahan pertanian baik untuk kepentingan industri maupun perumahan yang dapat menyebabkan tingkat kesuburan tanah pun berkurang. Faktor internal seperti iklim yang kurang bersahabat untuk kepentingan pertanian pun seolah menjadi pendukung semakin terpuruknya sektor pertanian Indonesia.

2. Dimensi Kebijakan

Adanya kendala seperti liberalisasi membuat produksi pangan dalam negeri terutama pertanian kian terpuruk. Liberalisasi bidang perdagangan mengharuskan pemerintah mengambil kebijakan seperti penghapusan tarif impor, penghapusan subsidi publik yang menyebabkan petani Indonesia kesulitan untuk mengembangkan produksi dan kalah bersaing dengan produk impor baik dalam harga maupun mahalnya biaya untuk memproduksi hasil pertanian sehingga mampu mematikan petani lokal. Selain itu belum adanya kecocokan tujuan antara kementerian pertanian yang mengeluarkan kebijakan ekspor pangan dan kementerian perdagangan dalam kebijakan impor yang berakibat pada bentroknya kebijakan yang dikeluarkan maupun penurunan fungsi BULOG itu sendiri.

Dampak liberalisasi pertanian itu sendiri antara lain:
1.penurunan pendapatan petani
2.penurunan areal luas panen padi
3.penurunan produksi padi
4.peningkatan bantuan pangan.

Kebijakan yang terkait dengan pangan dan pertanian dari dulu tak pernah berpihak kepada masyarakat kecil terutama petani dalam negeri. Hal tersebut terbukti ketika masa pemerintahan Habibie, demi mendapatkan hutang dari IMF pemerintah menjalankan sepenuhnya kemauan IMF menghapus tarif bea masuk beras dan gula impor hingga 0% sehingga petani tebu sengsara bahkan harus merugi 2,1 juta per hektar pada tahun 1998-1999. Padahal industri gula menjadi sumber kehidupan bagi sekitar 10 juta kepala keluarga kaum tani dan juga petani yang memproduksi beras. Sementara pada masa pemerintahan Gus Dur, hanya sedikit saja merevisi kebijakan tersebut. Tarif bea masuk impor beras ditetapkan sebesar 30% dan gula impor sebesar 25% per 1 Januari 2000. Sementara pada masa pemerintahan SBY sendiri telah melakukan pencabutan subsidi pupuk jenis SP-36 sebesar 25% dan ZA sebesar 40% pada awal tahun 2005 selain itu juga melepas harga beras pada mekanisme pasar pada tanggal 2 maret 2005.

Belum lagi kebijakan penggunaan bibit yang ditentukan pemerintah dan tak lain juga dari hasil impor membuat petani lokal tidak memiliki ruang untuk berkreasi dan menjadi ketergantungan terhadap bibit yang ditentukan oleh pemerintah. Hal ini akibat dari revolusi hijau yang terjadi pada tahun 1960 an yang menyebabkan varietas bibit lokal yang semula 1000 menjadi 25 varietas saja dengan alasan pertanian industri. Ada sebuah kasus di Kota Kediri, Jawa Timur ditemukan seorang petani yang kreatif untuk mengembangkan sendiri bibit jagung yang kemudian dituduh meniru salah satu produk bibit yang diproduksi oleh perusahaan yang kemudian berakhir dengan dipenjaranya si petani. Seharusnya pemerintah melindungi dan mematenkan bibit tersebut akan tetapi pemerintah lebih tunduk kepada kekuatan korporasi.

3.Dimensi ekonomi
Pangan yang merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan juga merupakan barang privat yang seyogyanya disediakan oleh pemerintah menjadi sulit dalam hal alokasi dan distribusi yang belum merata sehingga masih ditemukannya kelaparan. Selain itu mahalnya harga kebutuhan pokok menyebabkan kepemilikan kebutuhan pokok tersebut tidak bisa secara merata diakses oleh masyarakat, hanya masyarakat yang memiliki modal cukup yang mampu menjangkau berbagai kebutuhan pokok. Belum lagi masalah penetapan harga bea masuk yang dikenakan kepada barang impor yang tidak pro petani. Padahal dana untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan pun tiap tahunnya mengalami peningkatan. DAK dari APBN pada tahun 2011 untuk sektor pertanian adalah sebesar Rp 1.806.100.000.000,00 dan untuk tahun 2012 DAK untuk pertanian meningkat menjadi Rp 1.879.588.000.000,00 sehingga dari DAK tersebut seharusnya mampu meingkatkan produksi dan kesejahteraan sektor pertanian jika pemerintah mengalokasikan dana tersebut secara tepat.

Belajar Dari Negara Thailand terkait Kedaulatan Pangan terutama beras

1.Kebijakan perberasan
Pada 2001, Pemerintah (National Rice Policy Commitee) memperkenalkan kebijakan jaminan harga beras (rice price guarantee policy). Kebijakan harga minimum ini berfungsi sebagai program gadai (mortgage program) di mana petani dapat memperoleh pinjaman berbunga rendah dari pemerintah. Harga beras ditentukan berdasarkan kombinasi permintaan lokal dan persediaan beras, termasuk permintaan dari wilayah minus dan permintaan ekspor. Permintaan lokal dan persediaan beras dianggap sebagai faktor penentu utama harga beras, karena sekitar 67% beras yang dihasilkan dikonsumsi di wilayah penghasilnya. Dengan demikian, harga berbeda setiap waktu dan berbeda pula di tiap lokasi. Harga juga dipengaruhi intervensi pemerintah, dengan pertimbangan fluktuasi harga beras dunia dan nilai tukar uang. harga beras dibedakan berdasarkan kualitas (grade) dan musim. Harga pada setiap grade berbeda, demikian juga terlihat ada perbedaan harga antarmusim. Musim kedua (musim kemarau) biasanya hasil panen lebih rendah, meskipun rendemennya lebih tinggi. Dengan pertimbangan itu, harga musim kedua menjadi lebih tinggi.

2.Sistem Pemasaran Beras
Pemasaran beras baik dari tingkat lokal, maupun pusat, semua beras harus melalui penggilingan. Beragam penggilingan -- kecil, menengah dan besar -- melayani entitas yang berbeda. Penggilingan kecil melayani petani dan desa, yang menggiling padi untuk konsumsi sehari-hari, sementara penggilingan berukuran sedang dan besar melakukan penggilingan untuk lokal, regional dan terkadang untuk pasar ekspor. Dari penggilingan, ada beberapa jalur yang dapat dilalui sebelum beras sampai ke konsumen. Porsi terbesar beras, setelah dari penggilingan adalah ke agen komisi yang membantu eksportir dan pemborong menemukan beras dari varietas dan kualitas tertentu. Agen pemerintah juga membeli beras dari penggilingan, untuk dijual kembali kepada pemborong. Pemborong inilah yang mendistribusikan kepada pengecer dan akhirnya ke konsumen. Selain itu, penggilingan besar juga memungkinkan menjual langsung kepada eksportir atau bahkan importir luar negeri.

Rekomendasi Kebijakan
Pendistribusian pangan sampai ke masyarakat luas perlu untuk ditinjau ulang karena pendistribusian masih belum merata sehingga masih terjadi kasus kelaparan apalagi cuaca akhir-akhir ini kurang mendukung dan sebagian besar daerah banjir sehingga ketahanan pangan dalam negeri pun terancam. Selain itu peninjauan kembali peran BULOG seperti tujuan semula BULOG didirikan sehingga mampu untuk membantu masyarakat sektor pertanian.
Mengutip konsep negara kesejahteraan menurut Goodin yang menyatakan bahwa …fungsi negara kesejahteraan adalah untuk memodifikasi bekerjanya kekuatan pasar …negara kesejahteraan tidak menolak keberadaan sistem ekonomi pasar kapitalis tapi meyakini bahwa ada elemen-elemen dalam tatanan masyarakat yang lebih penting (dari tujuan-tujuan pasar) dan hanya dapat dicapai dengan mengendalikan dan membatasi bekerjanya mekanisme pasar tersebut. Menurut konsep ini perekonomian tidak dikendalikan oleh pasar akan tetapi perlu peran pemerintah demi tercapainya sebuah kesejahteraan. Konsep inilah yang seharusnya diterapkan oleh Indonesia karena praktek mekanisme pasar terutama yang berkaitan dengan sektor pertanian tidaklah tepat sehingga menyebabkan petani-petani merugi yang dapat berakibat pada buruknya kesejahteraan petani dan dampak bagi negara adalah menurunnya produktivitas pertanian yang pada titik tertentu dapat mengakibatkan krisis pangan karena petani tak dapat lagi meningkatkan produksi pangan baik untuk konsumsi rumah tangga maupun nasional karena kebijakan yang diambil pemerintah lebih berpihak pada mekanisme pasar.

Bercermin dari negara-negara Skandinavia tersebut maka langkah awal yang perlu dilakukan pemerintah adalah jangan membiarkan semakin banyaknya lahan-lahan pertanian yang dialihfungsikan sebagai lahan industrialisasi yang hanya akan membuat terancamnya sebagian besar mata pencaharian masyarakat Indonesia sebagai petani maupun mata pencaharian yang hanya bisa dilakukan oleh masyarakat yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai buruh tani maupun tani miskin. Jika hal tersebut terlaksana maka kesejahteraan petani akan tercipta dengan disertai perlindungan dan dukungan dari pemerintah seperti subsidi sektor pertanian, kredit usaha pertanian, pengadaan peralatan pertanian dengan teknologi yang lebih canggih seperti modernisasi sistem irigasi maupun penetapan harga yang pro petani. Sehingga secara otomatis ketahanan pangan akan mudah tercapai.

Sumber:
Yusriyadi. 2010. Industrialisasi Dan Perubahan Fungsi Sosial Hak Milik Atas Tanah. Yogyakarta: Genta Publishing
Notonagoro, Wisnu HKP. 2011. Neoliberalisme Mencengkeram Indonesia IMF, World Bank, WTO: Sumber Bencana Ekonomi Bangsa. Jakarta: Sekretariat Jenderal Gerakan Kebangsaan Rakyat Semesta
Triwibowo, Darmawan, Sugeng Bahagijo. 2006. Mimpi Negara Kesejahteraan. Jakarta: LP3ES
Jurnal Transisi. 2009. Ancaman Kedaulatan Pangan: Politik Pangan Menuju Kedaulatan Pangan yang Berbasis Kearifan Lokal. Malang: In-trans Publishing
Tim Riset KRKP.2009. Kebijakan Harga Beras di Asia Kajian di 5 Negara Asia. Bogor: Sekretariat KRKP. Diakses pada tanggal 30 Januari 2011 dari www. kedaulatanpangan.net
UU No 10 Tahun 2010 Tentang APBN Tahun Anggaran 2011
UU No 22 Tahun 2011 Tentang APBN Tahun Anggaran 2012

No comments: